Minggu, 21 April 2013

TUGAS KE3


Vaksin, Intervensi Kesehatan Terbaik Rekomendasi WHO

Jumat, 13 Nopember 2009
Universitas Surabaya (UBAYA): Indrawati Taurus dari GSK Jakarta kupas tuntas Vaksin kepada mahasiswa dan dosen Fakultas Farmasi

"Indrawati Taurus dari GSK Jakarta kupas tuntas Vaksin kepada mahasiswa dan dosen Fakultas Farmasi"
Seperti negara yang memerlukan tentara untuk menahan serangan musuh, so pasti tubuh kita juga butuh “tentara” untuk melindungi diri dari penyakit. “Tentara” itulah dikenal dengan sebutan antibodi yang bisa diperoleh dari vaksin. Menyadari hal ini pada 9 November lalu, FF Ubaya menggelar kuliah tamu mengupas tuntas seputar vaksin dengan pembicara Indrawati Taurus dari Glaxo Smith Kline (GSK) Jakarta. Kuliah selama dua jam di SGFG ini membahas value of vaccines, immunology and vaccinology, sampai perkembangan vaksin terbaru.

Indrawati yang menjabat sebagai Business Unit Director itu mengawali presentasinya dengan mengemukakan bahwa vaksin mendapat pengakuan dari World Health Organization (WHO) sebagai faktor utama pencegah penyakit. Fakta berbicara,  vaksin sukses mencegah tiga juta kematian, menyelamatkan 750.000 anak-anak dari kecacatan, sampai menyelamatkan 400 juta nyawa tiap tahunnya.

Setelah mendapatkan penjelasan tentang kegunaan vaksin, peserta diajak mengenal konsep immunity (sistem imun). Ia menjelaskan sistem imun manusia terdiri dari dua, yaitu alami dan buatan. “Alami sendiri dibagi lagi menjadi dua, yakni aktif yang baru terbentuk setelah terjadi infeksi (misal vaksin cacar) dan pasif yang didapatkan secara alami dari transfer antibodi ibu ke anak melalui plasenta,” urai ibu dua anak ini.
Senada dengan yang alami, sistem imun buatan juga dibagi menjadi dua, yaitu aktif dengan vaksinasi antigen (penyebab penyakit) yang telah dilemahkan. “Adapula dengan cara injeksi antibodi melalui imunisasi,” tambah wanita berambut panjang ini. Dewasa ini vaksin buatan lebih berkembang karena cenderung aman, efektif, dan mepunyai sifat long-term protection.

Perkembangan vaksin melesat bak roket, ada 41 macam vaksin untuk 26 jenis penyakit. “Perkembangan vaksin sangat pesat 32% tiap tahunnya dibanding perkembangan obat sintetik,” ungkapnya. Penemuan terbaru dan terus di-follow up adalah vaksin HIV dan kanker serviks. Tak kalah heboh, penelitian ter-update sedang mengembangkan therapeutic vaccine, yaitu vaksin yang digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan kanker. Seiring perkembangan zaman, produksi tidak lagi monoton. Dahulu vaksin dibuat dengan mengisolasi bakteri penyebab penyakit tetapi sekarang berkembang menjadi metode DNA recombinant. Meskipun rumut hasilnya bisa lebih cepat dan banyak. “Prosesnya diawali dengan isolasi sebagian komponen antigen, kemudian ditanam di sel ragi sehingga terjadi perkembangbiakan. Setelah itu, dilanjutkan dengan proses ekstraksi serta purifikasi, dan akhinya menghasilkan jutaan dosis vaksin,” beber Indrawati panjang lebar.

Sebelum menutup perjumpaan, mantan karyawan Kalbe Pharma ini mengutarakan tantangan dalam perkembangan vaksin. “Produksi vaksin itu seperti menjual asuransi. Efeknya tidak nampak secara langsung harus melalui proses yang kompleks. Namun, berdampak luar biasa,” ujarnya.

Tak lengkap tanpa sesi tanya jawab. Peserta antusias bertanya dari A-Z seputar vaksin. Bahkan, Lisa Aditama Apoteker Ubaya tak ketinggalan ambil bagian. “Informasi yang didapatkan sangat berguna dan semoga bisa diadakan lagi supaya kita terus mengetahui info terbaru tentang vaksin,” cuap Diah Lestari, peserta asal FF. (re4/wu)
[Telah dibaca sebanyak: 2616 kali]

Wawasan baru mengenai perlindungan vaksin HIV akan meningkatkan perkembangan obat

Empat tahun yang lalu, sebuah vaksin HIV potensial menunjukkan janji untuk melawan virus yang menyebabkan AIDS, namun vaksin potensial tersebut kurang menunjukkan perlindungan yang dibutuhkan untuk membendung penyebaran penyakit.
Sekarang, para peneliti yang dipimpin oleh Duke Medicine dan termasuk anggota kelompok dari National Institute of Allergy and Infectious Diseases dari National Institutes of Health, Program Penelitian HIV dari Militer AS dan Kementerian Kesehatan Thailand – telah mendapatkan wawasan tambahan dalam pekerjaan vaksin yang membantu menjelaskan mengapa calon vaksin tersebut memberikan manfaat kepada sepertiga penerima dan membiarkan yang lain menjadi rentan. Temuan ini, dilaporkan dalam jurnal Immunity edisi 10 Januari 2013 menyediakan pilihan yang baru dari rancangan vaksin untuk memperkuat obat tersebut.
“Studi ini menunjukkan tipe antibodi yang diinduksi oleh vaksin dan menyediakan kami informasi yang dapat memandu studi uji vaksin di masa depan,” peneliti senior Barton Haynes, MD, direktur dari Duke Human Vaccine Institute dan anggota fakultas di Global Health Duke Institute mengatakan. “Memahami bagaimana vaksin ini bekerja penting dalam mengembangkan strategi untuk membuat vaksin ini lebih baik.”
Tim peneliti berfokus pada calon vaksin HIV yang diuji dalam percobaan RV144 di Thailand. Pada tahun 2009, para peneliti AIDS melaporkan bahwa vaksin tersebut melindungi 31,2% dari peserta studi terhadap infeksi HIV. Hasil ini menyediakan tingkat perlindungan yang menggembirakan, namun kekurangan kemanjuran minimum sebesar 50% yang dibutuhkan untuk memperlambat epidemi, yang memengaruhi sekitar 34 juta orang di seluruh dunia.
Sejak saat itu, para peneliti telah mempelajari vaksin untuk petunjuk terhadap keberhasilan dan kegagalan dengan harapan membuat perbaikan. Haynes dan rekan melaporkan tahun lalu bahwa mereka telah menemukan korelasi antara tanggapan antibodi kunci terhadap obat dan risiko yang lebih rendah terhadap infeksi.
“Tapi jika ada korelasi antara risiko, belum tentu ada korelasi dengan perlindungan,” Haynes mengatakan. “Kami dapat membuktikan bahwa antibodi ini menyediakan perlindungan.”
Dalam studi saat ini, para peneliti telah memperkuat hubungan antara antibodi yang diinduksi oleh vaksin dan menemukan karakteristik yang penting yang diinduksi oleh vaksin. Menganalisis tanggapan kekebalan yang diproduksi oleh tiga penerima vaksin dalam percobaan awal, para peneliti mengisolasi empat antibodi kunci yang menargetkan pada situs penting dari virus HIV – sebuah wilayah yang diketahui sebagai V2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar